domain.blogspot.com, Surabaya — Direktur Utama PT Panca Wira Usaha (PWU) Basanto Yudoyoko menyatakan keberatannya terhadap data aset bermasalah yang dituliskan di cover Tempo pada 20 Oktober 2016. “Aset-aset yang disebutkan Tempo ini keliru. Ini aset tidak bermasalah,” kata Bas, begitu ia akrap dipanggil kepada Tempo di kantornya, lantai dasar Gedung Jatim Expo, Jalan A Yani, Surabaya, pada Kamis, 20 Oktober 2016.

Koran Tempo menyebutkan, aset PWU yang dipermasalahkan berada di beberapa lokasi yakni Surabaya, Tuban, Tulungagung, Kediri, Banyuwangi, dan beberapa tempat lainnya di Jawa Timur. Beberapa yang disebutkan Tempo adalah bangunan bekas pabrik keramik di Jalan Hasanuddin nomor 1 Tulungagung; lahan dan bangunan bengkel di Jalan Hasanuddin nomor 21 Kediri seluas 2400 meter persegi; tanah di Jalan Bancar, Tuban, seluas 10 hektare; gedung bekas kampus Universitas Teknologi Surabaya, Jalan Ngagel 89, Surabaya seluas 500 ribu persegi; bangunan bekas pabrik Perusahaan Negara Rakyat Parwitayasa di Jalan Ngagel 137 Surabaya, seluas 15.480 meter persegi; dan tanah serta bangunan bekas Perusda Aneka Industri di Jalan Ngagel 139-141 Surabaya, seluas 4.705 meter persegi.

Menurut Bas, aset yang dipermasalahkan oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur karena ditukar guling itu hanya yang berada di Jalan Hasanuddin 1, Tulungagung dan Kediri. Yang di Tulungagung adalah bekas pabrik keramik yang sudah lama tidak berproduksi, luas lahannya sekitar 24 ribuan meter persegi. Sedangkan yang di Kediri adalah bekas pabrik minyak nabati, Nabatiasa, seluas 32 ribu meter. “Yang disebutkan Tempo di halaman satu selain yang di Tulungagung dan Kediri tidak bermasalah,” tutur Bas.

Aset milik PWU di Tulungagung pun tidak seluruhnya bermasalah. Karena PWU juga memiliki lahan lain yang letaknya di seberang pabrik keramik di Jalan Hasanuddin. Lahan milik PWU itu seluas 7000 meter, sedang ditempati oleh 42 keluarga bekas pegawai. Ada pula yang ditempati oleh penduduk.

Ia mengeluhkan pemberitaan media massa mengenai aset PWU. Menurut Bas, pemberitaan itu mengganggu bisnisnya. Rekan-rekan bisnis PWU kerap menanyainya. “Mereka tanya, benar tidak aset-aset itu bermasalah semua seperti yang diberitakan media?”

Rekanan ragu-ragu dan takut berbisnis dengan PWU. “Kan khawatir diperiksa-periksa,” kata Bas. Padahal, kini PWU berusaha mengembangkan bisnisnya dengan memperbesar kapasitas dan memperluas kerjasama di sektor properti.

Menurut Bas, urusan aset menjadi masalah tersendiri bagi PWU. “Ini ada ‘ongkosnya’,” ucapnya. Tak hanya di Tulungagung, masalah serupa dihadapi PT PWU di banyak tempat di Jawa Timur. PWU harus mengurus pajak, surat-surat kepemilikan, dan menghadapi orang-orang yang menempati lahan yang diwarisi PWU dari perusahaan milik pemerintah kolonial yang dinasionalisasi. “Ada juga yang kami gugat.”

PT PWU, kata Bas, sedang memberesi masalah aset ini. “Ini bagian dari optimalisasi aset, sebagian dari banyak rencana perusahaan.”

ENDRI KURNIAWATI | NIEKE INDRIETTA