Nasional, Cirebon – Produksi gula di Jawa Barat tidak bisa mencapai target disebabkan anomali cuaca. Petani tebu rakyat terpukul karena biaya tinggi tapi tingkat rendemen justru rendah.

“Produksi gula PT PG Rajawali II di Jawa Barat pada musim giling tahun ini dipastikan tidak mencapai target,” kata Direktur Utama PT PG Rajawali II, Agus Siswanto, Senin, 7 November 2016.

Indikator ini bisa dilihat dari realisasi produksi yang saat ini baru mencapai 76.600 ton. Sedangkan sisa areal yang ada dan belum melakukan panen saat ini diperkirakan hanya mampu menghasilkan 10 ribu ton gula.

Padahal, lanjut Agus, PT PG Rajawali II selama musim giling tebu 2016 ini menargetkan produksi sebanyak 96.100 ton. “Berarti yang sudah terealisasi saat ini baru sekitar 79,6 persen,” kata Agus.

Saat ditanyakan penyebab terhambatnya produksi tebu di Jawa Barat, salah satunya karena adanya anomali cuaca. “Penyebabnya karena masih ada air hujan, sehingga proses masaknya pohon tebu juga terhambat,” kata Agus.

Akibatnya, rendemen yang dihasilkan tebu menjadi kurang maksimal karena batang tebu yang seharusnya berisi gula malah berisi air akibat hujan yang masih sering turun saat kemarau.

Selain itu, anomali cuaca yang terjadi sepanjang 2016 membuat kendaraan angkutan tebu kesulitan mencapai areal perkebunan. Akibatnya, biaya tebang angkut mengalami kenaikan.

Ada pun rendemen rata-rata yang dihasilkan pabrik gula milik PG Rajawali II pada musim giling tebu 2016 rata-rata sebesar 6,1 persen. Dengan rendemen sebesar itu tentu akan sangat berpengaruh terhadap pencapaian target produksi gula.

Sementara itu terkait prediksi produksi gula pada musim giling tahun berikutnya, Agus mengungkapkan kondisinya akan lebih baik. Ini dikarenakan benih tebu yang ditanam saat ini memiliki pasokan air yang cukup bagus.

“Dengan catatan saat musim giling Mei 2017 mendatang tidak terjadi anomali cuaca seperti tahun ini,” kata Agus. Karena saat masuk musim giling, tanaman tebu butuh sinar matahari yang maksimal agar memiliki kadar gula yang banyak.

Sementara itu, petani tebu rakyat di Jawa Barat sangat terpukul dengan hasil produksi musim giling 2016. “Biaya produksi naik, kendaraan angkutan sulit masuk ke perkebunan, hingga tingkat rendemen yang rendah,” kata Sekretaris Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jawa Barat, Haris Sukmawan.

Menurutnya, harga gula saat ini pun sudah jatuh. “ini membuat petani tebu rakyat di Jawa Barat semakin terpuruk,” kata Haris.

Haris menjelaskan, harga gula di tingkat petani saat lelang pekan lalu jatuh di harga Rp 10.800/kg. Harga ini turun drastis dari harga lelang perdana musim giling 2016 yang mencapai Rp 14.500/kg.

Turunnya harga lelang gula ini menurut Haris dipengaruhi kebijakan pemerintah yang membebaskan gula rafinasi masuk pasar. sehingga turut menekan harga gula lokal.

Tidak hanya itu, Haris pun menuding anjloknya harga gula akibat pemerintah tidak mampu memproteksi petani tebu rakyat. Padahal pemerintah sudah berjanji jika harga gula di tingkat petani minimal Rp 11 ribu/kg dan harga di tingkat konsumen Rp 12.500/kg.

Namun kenyataannya, harga gula di tingkat petani saat ini jusru di bawah Rp 11 ribu/kg. “Pemerintah pun saat ini tidak bisa berbuat apa-apa,” kata Haris.

Ivansyah